Home / News / Nasional
Resmi, Penjurusan IPA IPS Bahasa Kembali di SMA! Pakar dan DPR Kritik Kurikulum Merdeka
15 Apr 2025 - Dbmedianews
Author: Helga Almirah Chalanta Ramadhan
Editor: Ahmad Dzul Ilmi Muis
41 2

DB NEWS - Bayangkan seorang siswa SMA harus memilih Matematika atau Sosiologi, padahal ingin menjadi dokter–tapi kurikulumnya membebaskan semua.

Kini, pemerintah kembali mengetatkan pilihan itu: penjurusan kembali hadir di bangku SMA.

Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) resmi akan memberlakukan kembali sistem penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa di jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA).

Kebijakan ini menjadi langkah strategis dalam menyambut pelaksanaan Tes Kemampuan Akademik (TKA) 2025 yang akan dijadikan salah satu syarat masuk perguruan tinggi.

Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, menegaskan bahwa penjurusan di SMA akan dan mulai diuji coba pada November 2025 bagi siswa kelas 12 SMA.

(BACA JUGA: Ratusan Ribu Mahasiswa Terancam Putus Kuliah, Anggota Komisi X DPR RI: KIP-K Akan Kami Pertahankan)

“Karena tesnya berbasis mata pelajaran sehingga kedepan ini jurusan akan kami hidupkan lagi. Jadi nanti akan ada lagi jurusan IPA, IPS, dan Bahasa,” ungkap Abdul Mu’ti.

Siswa SMA Kembali Harus Pilih Jurusan: IPA, IPS, dan Bahasa

Dalam sistem baru ini, setiap siswa tetap diwajibkan mengikuti dua mata pelajaran utama, yakni Bahasa Indonesia dan Matematika. Namun, untuk mendalami minat khusus:

  • Jurusan IPA: tambahan tes Fisika, Kimia, dan Biologi
  • Jurusan IPS: tambahan tes Ekonomi, Sosiologi, dan Sejarah
  • Jurusan Bahasa: tambahan tes akan disesuaikan mata pelajaran kebahasaan

Langkah ini dinilai dapat memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai kemampuan dan minat siswa sebelum menentukan program studi di perguruan tinggi.

(BACA JUGA: Isu Pemotongan Anggaran KIP-K Beredar! Pemerintah Pastikan Anggaran Tetap Aman)

“Kemampuan akademik seseorang akan menjadi landasan ketika ingin melanjutkan ke perguruan tinggi di jurusan tertentu. Jadi, bisa dilihat dari nilai kemampuan akademiknya,” tambahnya.

Polemik Kurikulum Merdeka dan Tantangan Implementasi

Sebelumnya, sistem penjurusan sempat dihapus dari jenjang SMA seiring diterapkannya Kurikulum Merdeka.

Kurikulum Merdeka awalnya memberi keleluasaan bagi siswa memilih pelajaran sesuai minat.

Tapi, Kepala BSKAP, Anindito Aditomo, mengakui bahwa implementasinya di lapangan tidak mudah.

Dalam Permendikbud Ristek No. 12 Tahun 2024 bahkan membagi pelajaran menjadi dua kelompok.

(BACA JUGA: Dipotong! Segini Jumlah Anggaran yang Diterima BPI Setelah Terkena Efisiensi)

Pelajaran wajib seperti Matematika dan Bahasa Indonesia, serta pelajaran pilihan sesuai minat.

Namun dalam praktiknya, banyak siswa justru bingung memilih mata pelajaran, bahkan sampai salah arah saat melanjutkan ke jenjang kuliah.

Dukungan dari PGRI, DPR, hingga Praktisi Pendidikan

Rencana Kurikulum Merdeka dihapus dan pemberlakuan kembali sistem penjurusan SMA mendapat dukungan penuh dari berbagai pihak.

Ketua Umum PB PGRI, Unifah Rosyidi, mengatakan bahwa sangat penting bagi anak-anak bisa menjadi ahli di bidang tertentu.

“Jadi dengan adanya penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa itu bagus agar siswa bisa mempelajari ilmu sesuai dengan minatnya dan menjadi ahli,” ucap Unifah.

(BACA JUGA: Dana Abadi BPI Terpengaruh Efisiensi, Netizen: Terlantar di Luar Negeri, Daebak!)

Hal senada disampaikan oleh Praktisi Pendidikan, Heriyanto.

Menurutnya, penghapusan penjurusan justru menimbulkan kerancuan dalam penentuan profesi masa depan siswa.

Apakah siswa benar-benar sudah siap memilih masa depan mereka di usia 15 tahun?

Heriyanto mengungkapkan banyak siswa kelas XI yang dipaksa memilih mata pelajaran sesuai minat karir, padahal pada akhirnya mereka bisa berubah haluan di kelas XII.

Hal ini menyebabkan ketidakpastian akademik dalam menghadapi perubahan pilihan jurusan di perguruan tinggi.

(BACA JUGA: Segera Cair! Begini Langkah Untuk Daftar dan Syarat Ketentuan Penerima Bantuan PIP 2025)

Ia mencontohkan, siswa yang awalnya bercita-cita menjadi dokter bisa saja berubah haluan menjadi insinyur, tetapi sudah terlanjur tidak belajar Fisika dalam kurikulum pilihan.

Ia juga mengungkap bahwa belum ada sinkronisasi yang jelas antara kurikulum SMA dan kebutuhan perguruan tinggi.

Ignasius Sudaryanto, guru Geografi dari SMA Pangudi Luhur II Bekasi, juga menyoroti dampak penghapusan penjurusan terhadap alokasi jam mengajar guru dan efektivitas manajemen sekolah.

Ia menyambut positif kebijakan baru ini dan menyebutnya sebagai solusi realistis.

DPR RI Desak Sosialisasi dan Sinergi Kebijakan

Anggota Komisi X DPR RI, Ferdiansyah, menekankan pentingnya pelibatan DPR dalam proses sosialisasi dan evaluasi pelaksanaan TKA serta penjurusan SMA.

(BACA JUGA: Tagar Makan Bergizi Gratis Trending di Tengah Aksi Pelajar Papua Tolak MBG, Ada Apa?)

Ia menegaskan bahwa keterlibatan stakeholder akan meminimalisir kegaduhan kebijakan publik.

Ferdiansyah juga mendorong sinergi antara Kemendikdasmen dengan Kemendikti Saintek, mengingat pelaksanaan TKA berkaitan erat dengan proses seleksi masuk perguruan tinggi.

Pakar Pendidikan: Penjurusan Tingkatkan Efisiensi Belajar

Pakar Pendidikan dari Universitas Muhammadiyah Surabaya, Achmad Hidayatullah, menyambut baik keputusan pengembalian penjurusan di SMA.

Menurutnya, sistem ini akan membuat siswa lebih fokus dalam belajar dan siap menghadapi dunia perkuliahan.

Ia juga menyoroti bahwa sistem tanpa jurusan justru membuat siswa kewalahan karena harus mempelajari terlalu banyak mata pelajaran yang tidak semua nya relevan.

(BACA JUGA: Berilmu Belum Tentu Bermoral: Refleksi Atas Kasus Pemerkosaan Oleh Dokter Residen Unpad)

Hasilnya, minat terhadap jurusan eksakta dan sosial di perguruan tinggi malah berkurang.

Namun, Dayat mengingatkan pentingnya peran guru dan dan sekolah dalam menghilangkan stigma bahwa jurusan IPA lebih superior daripada jurusan lain.

Di Negara-negara seperti Jerman dan Jepang, sistem penjurusan sudah lama diterapkan, namun dikombinasikan dengan pendekatan lintas disiplin.

Tantangan bagi Indonesia adalah bagaimana membuat sistem ini fleksibel, tanpa mengorbankan kedalaman ilmu.

Apakah sistem penjurusan SMA 2025 ini akan membawa angin segar bagi pendidikan Indonesia? Waktu dan pelaksanaan yang akan menjawabnya.

(BACA JUGA: Dibalik Cekcok Megawati Zebua dan Pramugari: Ada Masalah Etika Anggota Dewan?)

Pantau terus kebijakan pendidikan terbaru hanya di DB News. Kami akan hadirkan pembaruan seputar pelaksanaan TKA dan transformasi kurikulum nasional. (*)

Home / News / Nasional
Resmi, Penjurusan IPA IPS Bahasa Kembali di SMA! Pakar dan DPR Kritik Kurikulum Merdeka
15 Apr 2025 - Dbmedianews
Author: Helga Almirah Chalanta Ramadhan Helga Almirah Chalanta Ramadhan
Editor: Ahmad Dzul Ilmi Muis Ahmad Dzul Ilmi Muis
41 2
 

DB NEWS - Bayangkan seorang siswa SMA harus memilih Matematika atau Sosiologi, padahal ingin menjadi dokter–tapi kurikulumnya membebaskan semua.

Kini, pemerintah kembali mengetatkan pilihan itu: penjurusan kembali hadir di bangku SMA.

Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) resmi akan memberlakukan kembali sistem penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa di jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA).

Kebijakan ini menjadi langkah strategis dalam menyambut pelaksanaan Tes Kemampuan Akademik (TKA) 2025 yang akan dijadikan salah satu syarat masuk perguruan tinggi.

Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, menegaskan bahwa penjurusan di SMA akan dan mulai diuji coba pada November 2025 bagi siswa kelas 12 SMA.

(BACA JUGA: Ratusan Ribu Mahasiswa Terancam Putus Kuliah, Anggota Komisi X DPR RI: KIP-K Akan Kami Pertahankan)

“Karena tesnya berbasis mata pelajaran sehingga kedepan ini jurusan akan kami hidupkan lagi. Jadi nanti akan ada lagi jurusan IPA, IPS, dan Bahasa,” ungkap Abdul Mu’ti.

Siswa SMA Kembali Harus Pilih Jurusan: IPA, IPS, dan Bahasa

Dalam sistem baru ini, setiap siswa tetap diwajibkan mengikuti dua mata pelajaran utama, yakni Bahasa Indonesia dan Matematika. Namun, untuk mendalami minat khusus:

  • Jurusan IPA: tambahan tes Fisika, Kimia, dan Biologi
  • Jurusan IPS: tambahan tes Ekonomi, Sosiologi, dan Sejarah
  • Jurusan Bahasa: tambahan tes akan disesuaikan mata pelajaran kebahasaan

Langkah ini dinilai dapat memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai kemampuan dan minat siswa sebelum menentukan program studi di perguruan tinggi.

(BACA JUGA: Isu Pemotongan Anggaran KIP-K Beredar! Pemerintah Pastikan Anggaran Tetap Aman)

“Kemampuan akademik seseorang akan menjadi landasan ketika ingin melanjutkan ke perguruan tinggi di jurusan tertentu. Jadi, bisa dilihat dari nilai kemampuan akademiknya,” tambahnya.

Polemik Kurikulum Merdeka dan Tantangan Implementasi

Sebelumnya, sistem penjurusan sempat dihapus dari jenjang SMA seiring diterapkannya Kurikulum Merdeka.

Kurikulum Merdeka awalnya memberi keleluasaan bagi siswa memilih pelajaran sesuai minat.

Tapi, Kepala BSKAP, Anindito Aditomo, mengakui bahwa implementasinya di lapangan tidak mudah.

Dalam Permendikbud Ristek No. 12 Tahun 2024 bahkan membagi pelajaran menjadi dua kelompok.

(BACA JUGA: Dipotong! Segini Jumlah Anggaran yang Diterima BPI Setelah Terkena Efisiensi)

Pelajaran wajib seperti Matematika dan Bahasa Indonesia, serta pelajaran pilihan sesuai minat.

Namun dalam praktiknya, banyak siswa justru bingung memilih mata pelajaran, bahkan sampai salah arah saat melanjutkan ke jenjang kuliah.

Dukungan dari PGRI, DPR, hingga Praktisi Pendidikan

Rencana Kurikulum Merdeka dihapus dan pemberlakuan kembali sistem penjurusan SMA mendapat dukungan penuh dari berbagai pihak.

Ketua Umum PB PGRI, Unifah Rosyidi, mengatakan bahwa sangat penting bagi anak-anak bisa menjadi ahli di bidang tertentu.

“Jadi dengan adanya penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa itu bagus agar siswa bisa mempelajari ilmu sesuai dengan minatnya dan menjadi ahli,” ucap Unifah.

(BACA JUGA: Dana Abadi BPI Terpengaruh Efisiensi, Netizen: Terlantar di Luar Negeri, Daebak!)

Hal senada disampaikan oleh Praktisi Pendidikan, Heriyanto.

Menurutnya, penghapusan penjurusan justru menimbulkan kerancuan dalam penentuan profesi masa depan siswa.

Apakah siswa benar-benar sudah siap memilih masa depan mereka di usia 15 tahun?

Heriyanto mengungkapkan banyak siswa kelas XI yang dipaksa memilih mata pelajaran sesuai minat karir, padahal pada akhirnya mereka bisa berubah haluan di kelas XII.

Hal ini menyebabkan ketidakpastian akademik dalam menghadapi perubahan pilihan jurusan di perguruan tinggi.

(BACA JUGA: Segera Cair! Begini Langkah Untuk Daftar dan Syarat Ketentuan Penerima Bantuan PIP 2025)

Ia mencontohkan, siswa yang awalnya bercita-cita menjadi dokter bisa saja berubah haluan menjadi insinyur, tetapi sudah terlanjur tidak belajar Fisika dalam kurikulum pilihan.

Ia juga mengungkap bahwa belum ada sinkronisasi yang jelas antara kurikulum SMA dan kebutuhan perguruan tinggi.

Ignasius Sudaryanto, guru Geografi dari SMA Pangudi Luhur II Bekasi, juga menyoroti dampak penghapusan penjurusan terhadap alokasi jam mengajar guru dan efektivitas manajemen sekolah.

Ia menyambut positif kebijakan baru ini dan menyebutnya sebagai solusi realistis.

DPR RI Desak Sosialisasi dan Sinergi Kebijakan

Anggota Komisi X DPR RI, Ferdiansyah, menekankan pentingnya pelibatan DPR dalam proses sosialisasi dan evaluasi pelaksanaan TKA serta penjurusan SMA.

(BACA JUGA: Tagar Makan Bergizi Gratis Trending di Tengah Aksi Pelajar Papua Tolak MBG, Ada Apa?)

Ia menegaskan bahwa keterlibatan stakeholder akan meminimalisir kegaduhan kebijakan publik.

Ferdiansyah juga mendorong sinergi antara Kemendikdasmen dengan Kemendikti Saintek, mengingat pelaksanaan TKA berkaitan erat dengan proses seleksi masuk perguruan tinggi.

Pakar Pendidikan: Penjurusan Tingkatkan Efisiensi Belajar

Pakar Pendidikan dari Universitas Muhammadiyah Surabaya, Achmad Hidayatullah, menyambut baik keputusan pengembalian penjurusan di SMA.

Menurutnya, sistem ini akan membuat siswa lebih fokus dalam belajar dan siap menghadapi dunia perkuliahan.

Ia juga menyoroti bahwa sistem tanpa jurusan justru membuat siswa kewalahan karena harus mempelajari terlalu banyak mata pelajaran yang tidak semua nya relevan.

(BACA JUGA: Berilmu Belum Tentu Bermoral: Refleksi Atas Kasus Pemerkosaan Oleh Dokter Residen Unpad)

Hasilnya, minat terhadap jurusan eksakta dan sosial di perguruan tinggi malah berkurang.

Namun, Dayat mengingatkan pentingnya peran guru dan dan sekolah dalam menghilangkan stigma bahwa jurusan IPA lebih superior daripada jurusan lain.

Di Negara-negara seperti Jerman dan Jepang, sistem penjurusan sudah lama diterapkan, namun dikombinasikan dengan pendekatan lintas disiplin.

Tantangan bagi Indonesia adalah bagaimana membuat sistem ini fleksibel, tanpa mengorbankan kedalaman ilmu.

Apakah sistem penjurusan SMA 2025 ini akan membawa angin segar bagi pendidikan Indonesia? Waktu dan pelaksanaan yang akan menjawabnya.

(BACA JUGA: Dibalik Cekcok Megawati Zebua dan Pramugari: Ada Masalah Etika Anggota Dewan?)

Pantau terus kebijakan pendidikan terbaru hanya di DB News. Kami akan hadirkan pembaruan seputar pelaksanaan TKA dan transformasi kurikulum nasional. (*)

Tautan telah disalin ke clipboard!