DB NEWS - DPR RI resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) dalam rapat paripurna pada Kamis, 20 Maret 2025. Keputusan ini menuai pro dan kontra, dengan sebagian masyarakat menilai revisi ini berpotensi menghidupkan kembali peran ganda militer dalam pemerintahan, serupa dengan era Orde Baru.
Sidang rapat paripurna yang diadakan oleh DPR sempat mengalami ketegangan di pintu masuk, Koalisi Masyarakat bersama dengan Mahasiswa Universitas Trisakti memblokade jalan masuk ke gedung DPR.
Namun aksi yang dilakukan oleh mereka masih tidak mampu untuk menghentikan pihak DPR meresmikan UU tersebut.
Rapat yang dipimpin oleh Ketua DPR RI Puan Maharani tetap berjalan sebagaimana mestinya, dengan dihadiri oleh hampir seluruh anggota DPR.
Dengan persetujuan dari anggota yang hadir dalam sidang tersebut, RUU TNI telah resmi disahkan sebagai Undang-undang.
(BACA JUGA: RUU TNI 2025 Resmi Disahkan! Puan Ketok Palu di Tengah Demo yang Blokade Gedung DPR)
Sejumlah pihak, termasuk organisasi masyarakat sipil, menyatakan kekhawatirannya terkait potensi kembalinya dwifungsi ABRI dalam pemerintahan.
Pada masa pemerintahan Presiden Soeharto, kritik yang dianggap menjatuhkan terhadap pemerintah dilarang pada masa ini, dengan tujuan demi menjaga kestabilan negara.
Sistem pemerintahan yang digunakan pada masa itu adalah Presidensial, artinya Presiden memegang kekuasaan tertinggi dalam pemerintahan.
Seiring berjalannya waktu ada lebih banyak pelanggaran terjadi, kontrol terhadap media cukup ketat, sehingga kebebasan berpendapat menjadi terbatas.
Militer (ABRI) memiliki peran ganda atau dwifungsi dalam negara, pengaruh militer dibawah pemerintahan Presiden Soeharto amat berpengaruh kala itu.
(BACA JUGA: Koalisi Bicara! RUU TNI Bisa Ancam Masa Depan Negara? Apa Isinya?)
Ada banyak penyimpangan hingga pelanggaran HAM terjadi pada masa Orba, 3 diantaranya yang paling membekas adalah:
Selain beberapa peristiwa diatas, ada pula pelanggaran lain yang terjadi selama masa pemerintahan Soeharto.
Pelanggaran HAM yang dilakukan oknum ABRI dalam peristiwa 1965, tragedi Timor-timur 1983 dan penembakan Mahasiswa Trisakti saat demonstrasi tahun 1998, menyisakan trauma bagi sebagian orang.
Dominasi Presiden yang terlalu kuat, membuat salah satu poin penting dalam Pancasila terabaikan di bawah kekuasaan kepala negara dan para bawahannya.
(BACA JUGA: Revisi UU TNI Tuai Gelombang Penolakan, DPR Tetap Ketuk Palu: Demokrasi di Ujung Tanduk?)
Peristiwa-peristiwa itulah yang menjadi pemicu hilangnya kepercayaan masyarakat pada pemerintah Orba.
Presiden Soeharto kemudian mundur dari jabatannya pada 21 Mei 1998 dan menandakan berakhirnya era Orba.
Sebelumnya, Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjamsoeddin, menyampaikan dengan dinamika global yang semakin berkembang, perlu adanya perubahan untuk memperjelas peran TNI.
“Perubahan UU TNI diajukan oleh DPR RI untuk memberikan landasan hukum yang lebih jelas terhadap peran TNI dalam tugas lain selain perang, tanpa melanggar prinsip demokrasi dan supremasi sipil,” ucap Sjafrie.
Untuk itulah revisi dari beberapa pasal dalam UU TNI harus diperbaharui demi menunjang tugas-tugas dari prajurit TNI.
(BACA JUGA: RUU TNI Resmi Disahkan, Natalius Pigai Anggap Pihak yang Tolak RUU TNI Kurang Kerjaan dan Buzzer!)
Masyarakat dari berbagai golongan telah menyatakan penolakan terhadap RUU TNI ini, setelah menerima draft rancangan Undang-undang dari DPR.
Terdapat pasal yang dianggap kontroversial, dengan potensi akan menghidupkan kembali dwifungsi ABRI dalam pemerintah apabila ditetapkan nantinya.
Penambahan daftar institusi sipil yang dapat dijabat oleh prajurit aktif juga menjadi sorotan masyarakat.
Koalisi Masyarakat mengatakan, membuka pintu seluas-luasnya pada TNI aktif di bidang tersebut, dirasa dapat mengikis peran ASN yang berasal dari masyarakat sipil.
Koalisi Masyarakat bahkan mendatangi ruangan rapat DPR yang dilaksanakan secara tertutup di hotel Fairmont tanggal 15 Maret 2023.
(BACA JUGA: Rapat Tertutup DPR di Hotel Mewah! Publik Curiga Ada Agenda Tersembunyi di Revisi UU TNI)
Namun bukannya mendengar suara rakyat, DPR justru menaikan pembahasan RUU TNI ke tahap I dan meresmikan UU tersebut dalam rapat paripurna 20 Maret 2025.
Netizen di sosial media ucapkan selamat datang di masa kemunduran Indonesia…
DB NEWS - DPR RI resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) dalam rapat paripurna pada Kamis, 20 Maret 2025. Keputusan ini menuai pro dan kontra, dengan sebagian masyarakat menilai revisi ini berpotensi menghidupkan kembali peran ganda militer dalam pemerintahan, serupa dengan era Orde Baru.
Sidang rapat paripurna yang diadakan oleh DPR sempat mengalami ketegangan di pintu masuk, Koalisi Masyarakat bersama dengan Mahasiswa Universitas Trisakti memblokade jalan masuk ke gedung DPR.
Namun aksi yang dilakukan oleh mereka masih tidak mampu untuk menghentikan pihak DPR meresmikan UU tersebut.
Rapat yang dipimpin oleh Ketua DPR RI Puan Maharani tetap berjalan sebagaimana mestinya, dengan dihadiri oleh hampir seluruh anggota DPR.
Dengan persetujuan dari anggota yang hadir dalam sidang tersebut, RUU TNI telah resmi disahkan sebagai Undang-undang.
(BACA JUGA: RUU TNI 2025 Resmi Disahkan! Puan Ketok Palu di Tengah Demo yang Blokade Gedung DPR)
Sejumlah pihak, termasuk organisasi masyarakat sipil, menyatakan kekhawatirannya terkait potensi kembalinya dwifungsi ABRI dalam pemerintahan.
Pada masa pemerintahan Presiden Soeharto, kritik yang dianggap menjatuhkan terhadap pemerintah dilarang pada masa ini, dengan tujuan demi menjaga kestabilan negara.
Sistem pemerintahan yang digunakan pada masa itu adalah Presidensial, artinya Presiden memegang kekuasaan tertinggi dalam pemerintahan.
Seiring berjalannya waktu ada lebih banyak pelanggaran terjadi, kontrol terhadap media cukup ketat, sehingga kebebasan berpendapat menjadi terbatas.
Militer (ABRI) memiliki peran ganda atau dwifungsi dalam negara, pengaruh militer dibawah pemerintahan Presiden Soeharto amat berpengaruh kala itu.
(BACA JUGA: Koalisi Bicara! RUU TNI Bisa Ancam Masa Depan Negara? Apa Isinya?)
Ada banyak penyimpangan hingga pelanggaran HAM terjadi pada masa Orba, 3 diantaranya yang paling membekas adalah:
Selain beberapa peristiwa diatas, ada pula pelanggaran lain yang terjadi selama masa pemerintahan Soeharto.
Pelanggaran HAM yang dilakukan oknum ABRI dalam peristiwa 1965, tragedi Timor-timur 1983 dan penembakan Mahasiswa Trisakti saat demonstrasi tahun 1998, menyisakan trauma bagi sebagian orang.
Dominasi Presiden yang terlalu kuat, membuat salah satu poin penting dalam Pancasila terabaikan di bawah kekuasaan kepala negara dan para bawahannya.
(BACA JUGA: Revisi UU TNI Tuai Gelombang Penolakan, DPR Tetap Ketuk Palu: Demokrasi di Ujung Tanduk?)
Peristiwa-peristiwa itulah yang menjadi pemicu hilangnya kepercayaan masyarakat pada pemerintah Orba.
Presiden Soeharto kemudian mundur dari jabatannya pada 21 Mei 1998 dan menandakan berakhirnya era Orba.
Sebelumnya, Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjamsoeddin, menyampaikan dengan dinamika global yang semakin berkembang, perlu adanya perubahan untuk memperjelas peran TNI.
“Perubahan UU TNI diajukan oleh DPR RI untuk memberikan landasan hukum yang lebih jelas terhadap peran TNI dalam tugas lain selain perang, tanpa melanggar prinsip demokrasi dan supremasi sipil,” ucap Sjafrie.
Untuk itulah revisi dari beberapa pasal dalam UU TNI harus diperbaharui demi menunjang tugas-tugas dari prajurit TNI.
(BACA JUGA: RUU TNI Resmi Disahkan, Natalius Pigai Anggap Pihak yang Tolak RUU TNI Kurang Kerjaan dan Buzzer!)
Masyarakat dari berbagai golongan telah menyatakan penolakan terhadap RUU TNI ini, setelah menerima draft rancangan Undang-undang dari DPR.
Terdapat pasal yang dianggap kontroversial, dengan potensi akan menghidupkan kembali dwifungsi ABRI dalam pemerintah apabila ditetapkan nantinya.
Penambahan daftar institusi sipil yang dapat dijabat oleh prajurit aktif juga menjadi sorotan masyarakat.
Koalisi Masyarakat mengatakan, membuka pintu seluas-luasnya pada TNI aktif di bidang tersebut, dirasa dapat mengikis peran ASN yang berasal dari masyarakat sipil.
Koalisi Masyarakat bahkan mendatangi ruangan rapat DPR yang dilaksanakan secara tertutup di hotel Fairmont tanggal 15 Maret 2023.
(BACA JUGA: Rapat Tertutup DPR di Hotel Mewah! Publik Curiga Ada Agenda Tersembunyi di Revisi UU TNI)
Namun bukannya mendengar suara rakyat, DPR justru menaikan pembahasan RUU TNI ke tahap I dan meresmikan UU tersebut dalam rapat paripurna 20 Maret 2025.
Netizen di sosial media ucapkan selamat datang di masa kemunduran Indonesia…