Kasus ini kini memasuki ranah hukum. Clairmont melaporkan Codeblu atas dugaan pelanggaran UU ITE sejak Desember 2024.
Selain laporan pidana, mereka juga membuka kemungkinan menggugat codeblu secara perdata jika laporan di kepolisian tidak membuahkan hasil.
“Kalau memang laporan deadlock di polisi di pidana, kita tetap lanjut kemungkinan akan ngajukan gugatan di perdata,” ungkap kuasa hukum Clairmont.
Sebelumnya, dalam sebuah video klarifikasi yang diunggah Codeblu di media sosial, ia menyampaikan permohonan maaf atas kasus yang sedang terjadi.
“Minta maaf kepada brand CT, saya telah menyebarkan berita palsu didapat dari sumber yang bermasalah,” jelas Codeblu.
“Sehingga mengakibatkan kerugian bagi pihak CT dan masyarakat Indonesia, meresahkan banyak orang, saya minta maaf sepenuh-penuhnya dan tidak akan saya ulangi lagi hal yang serupa di masa yang akan datang,” tambahnya.
Mediasi antara kedua belah pihak pun digelar di Polres Metro Jakarta Selatan pada Selasa (18/3).
Dalam pertemuan tersebut, Codeblu kembali mengakui kesalahan dan menyampaikan permohonan maaf secara langsung kepada pemilik Clairmont, Susana Darmawan.
“Ya hasil mediasinya berawal dengan baik. Codeblu sudah mengakui kesalahan dan sudah menyampaikan permohonan maaf,” ujar Susana.
Meski suasana mediasi berlangsung kondusif, hasil akhirnya tetap buntu. Clairmont memutuskan untuk melanjutkan proses hukum.
Kuasa hukum Clairmont, Dedi Susanto, menekankan bahwa pentingnya edukasi kepada para konten kreator tentang dampak penyebaran informasi yang belum diverifikasi kebenarannya.
“Perjalanan mediasi cukup baik, tapi baik saja tidak cukup. Ada konsekuensi yang harus diterima oleh orang-orang yang melakukan sesuatu hal yang merugikan perusahaan,” ucapnya.
Keputusan ini menandakan bahwa persoalan tidak semata soal permintaan maaf, tapi juga soal pertanggungjawaban atas dampak masif yang timbul dari informasi yang tidak valid.
Kasus ini juga menjadi cerminan betapa kuatnya pengaruh konten digital di era media sosial, sebuah ulasan bisa mendongkrak atau menghancurkan reputasi sebuah bisnis.
Akankah kasus ini menjadi titik balik bagi dunia review makanan di Indonesia? Publik menanti bagaimana proses hukum akan berlanjut.
Ingin tahu perkembangan terbaru kasus antara Clairmont dan Codeblu? Apa konsekuensi yang harus diterima Codeblu? Pantau terus berita eksklusif Tanah Air hanya di DB News. (*)
Kasus ini kini memasuki ranah hukum. Clairmont melaporkan Codeblu atas dugaan pelanggaran UU ITE sejak Desember 2024.
Selain laporan pidana, mereka juga membuka kemungkinan menggugat codeblu secara perdata jika laporan di kepolisian tidak membuahkan hasil.
“Kalau memang laporan deadlock di polisi di pidana, kita tetap lanjut kemungkinan akan ngajukan gugatan di perdata,” ungkap kuasa hukum Clairmont.
Sebelumnya, dalam sebuah video klarifikasi yang diunggah Codeblu di media sosial, ia menyampaikan permohonan maaf atas kasus yang sedang terjadi.
“Minta maaf kepada brand CT, saya telah menyebarkan berita palsu didapat dari sumber yang bermasalah,” jelas Codeblu.
“Sehingga mengakibatkan kerugian bagi pihak CT dan masyarakat Indonesia, meresahkan banyak orang, saya minta maaf sepenuh-penuhnya dan tidak akan saya ulangi lagi hal yang serupa di masa yang akan datang,” tambahnya.
Mediasi antara kedua belah pihak pun digelar di Polres Metro Jakarta Selatan pada Selasa (18/3).
Dalam pertemuan tersebut, Codeblu kembali mengakui kesalahan dan menyampaikan permohonan maaf secara langsung kepada pemilik Clairmont, Susana Darmawan.
“Ya hasil mediasinya berawal dengan baik. Codeblu sudah mengakui kesalahan dan sudah menyampaikan permohonan maaf,” ujar Susana.
Meski suasana mediasi berlangsung kondusif, hasil akhirnya tetap buntu. Clairmont memutuskan untuk melanjutkan proses hukum.
Kuasa hukum Clairmont, Dedi Susanto, menekankan bahwa pentingnya edukasi kepada para konten kreator tentang dampak penyebaran informasi yang belum diverifikasi kebenarannya.
“Perjalanan mediasi cukup baik, tapi baik saja tidak cukup. Ada konsekuensi yang harus diterima oleh orang-orang yang melakukan sesuatu hal yang merugikan perusahaan,” ucapnya.
Keputusan ini menandakan bahwa persoalan tidak semata soal permintaan maaf, tapi juga soal pertanggungjawaban atas dampak masif yang timbul dari informasi yang tidak valid.
Kasus ini juga menjadi cerminan betapa kuatnya pengaruh konten digital di era media sosial, sebuah ulasan bisa mendongkrak atau menghancurkan reputasi sebuah bisnis.
Akankah kasus ini menjadi titik balik bagi dunia review makanan di Indonesia? Publik menanti bagaimana proses hukum akan berlanjut.
Ingin tahu perkembangan terbaru kasus antara Clairmont dan Codeblu? Apa konsekuensi yang harus diterima Codeblu? Pantau terus berita eksklusif Tanah Air hanya di DB News. (*)