DB NEWS - Nama Donald Trump mendadak trending di penelusuran Google sejak pagi ini, Kamis (7/11/2024).
Hal itu bersamaan setelah Donald Trump unggul di Pemilu Presiden Amerika Serikat (AS) pada 5 November 2024 lalu.
Berdasarkan penghitungan cepat yang dilansir dari CNN, Donald Trump meraup suara popular terbanyak yakni 67.404.754 juta. Sementara itu, lawan Trump dari Partai Demokrat, Kamala Harris, meraih 62.190.523 juta suara popular.
Lantas bagaimana dengan nasib kelanjutan kasus Donald Trump, baik pidana dan perdata?
Melansir CNN, Donald Trump sebelumnya telah dinyatakan bersalah dalam kasus pembayaran uang tutup mulut (hush money) di New York dan sedang menunggu vonis (hukuman) untuk kasus itu.
Dia juga sedang menghadapi proses hukum dalam sejumlah kasus lain, baik di tingkat negara bagian maupun federal. Situasi yang dihadapi Trump itu sangat unik dan belum ada presidennya dalam sejarah AS.
Belum pernah ada dalam sejarah AS, seorang terdakwa kasus kriminal terpilih menduduki jabatan politik tertinggi.
Seorang mantan presiden AS juga belum pernah ada yang dituntut secara pidana. Namun sejarah itu terpecahkan Trump tahun lalu.
Baca juga : Sosok Meirizka Widjaja, Ibu Ronald Tannur yang Rela Rogoh Rp 3,5 M Demi sang Anak Divonis Bebas
Trump telah berulang kali menyatakan niatnya untuk memecat jaksa khusus Jack Smith dan mengakhiri kasus-kasus federal yang dihadapinya terkait upayanya membatalkan hasil pemilihan presiden tahun 2020 dan kesalahan penanganan dokumen rahasia.
CNN melaporkan, pada Rabu kemarin Smith melakukan pembicaraan dengan pimpinan Departemen Kehakiman AS tentang bagaimana mengakhiri kasus federal Trump.
Terkait kasus pembayaran uang tutup mulut, seorang hakim di New York akan menjatuhkan hukuman kepada Trump pada akhir bulan ini.
Hakim sengaja menunda pembacaan hukuman menjelang pelaksanaan pemilu demi menghindari kesan bahwa hal tersebut akan mempengaruhi hasil pemilihan presiden. Sekarang, Trump terpilih kembali (masih sebagai presiden terpilih).
Tim pengacara Trump diperkirakan akan meminta hakim untuk kembali menunda pemberian hukuman tersebut.
Kasus Pembayaran Uang Tutup Mulut di New York
Trump telah dijadwalkan untuk hadir di pengadilan New York pada 26 November ini guna menerima hukuman atas vonis bersalah yang dijatuhkan kepadanya awal tahun ini.
Trump dinyatakan bersalah atas 34 tuduhan memalsukan catatan bisnis untuk menyembunyikan pembayaran uang tutup mulut yang dilakukan pada masa kampanye 2016 kepada bintang film porno, Stormy Daniels. Perempuan itu mengaku pernah memiliki hubungan dengan Trump. (Trump menyangkal terjadinya perselingkuhan itu.)
Lantas apakah Trump benar-benar akan dihukum? CNN melaporkan bahwa hal itu menjadi sebuah pertanyaan terbuka.
Hakim Juan Merchan telah menetapkan tenggat: tanggal 12 November akan memutuskan apakah akan menghapus hukuman terhadap Trump sesuai keputusan Mahkamah Agung AS pada musim panas tahun ini yang memberikan kekebalan hukum (imunitas) kepada presiden. Jika Merchan memutuskan seperti itu, tuduhan akan dibatalkan dan Trump tidak akan dijatuhi hukuman.
Namun jika hakim tersebut tidak membatalkan putusan bersalah, tim pengacara Trump diperkirakan akan meminta Merchan untuk menunda hukuman terhadap Trump sehingga mereka punya waktu untuk mengajukan banding.
Jika permintaan penundaan tidak dikabulkan hakim, para pengacara Trump berencana untuk mengajukan banding terkait putusan kekebalan hukum ke pengadilan banding negara bagian dan mungkin juga ke Mahkamah Agung AS. Mereka akan meminta pengadilan menunda hukuman terhadap Trump sampai semua upaya banding selesai. Proses itu bisa memakan waktu berbulan-bulan.
Jika hakim Merchan tetap melanjutkan penjatuhan hukuman, Trump dapat dijatuhi hukuman penjara empat tahun. Namun hakim tidak diharuskan untuk menjatuhkan hukuman penjara kepada presiden terpilih itu. Hakim bisa menjatuhkan hukuman yang lebih ringan, seperti masa percobaan, tahanan rumah, melakukan pelayanan masyarakat, atau denda.
Namun bentuk hukuman apapun, akan menjadi rumit karena Trump sudah mulai menjabat sebagai presiden lagi pada 20 Januari 2025. Pengacara Trump kemungkinan akan membangun argumen banding mereka dengan mengangkat isu konstitusional yang mempertanyakan apakah seorang hakim negara bagian punya wewenang untuk menjatuhkan hukuman kepada seorang presiden terpilih.
Jika isu konstitusional itu dibawa ke pengadilan, proses hukum dapat berlangsung lama karena harus melewati berbagai tingkat pengadilan, bahkan sampai ke Mahkamah Agung AS. Hal ini bisa memakan waktu sangat lama.
Karena kasus itu terkait dengan hukum di negara bagian, Trump tidak memiliki wewenang untuk memberikan pengampunan terhadap dirinya sendiri tahun depan setelah dia dilantik jadi presiden.
Kasus Federal di Washington dan Florida
Kemenangan Trump dalam pemilu diperkirakan akan memberikan dampak besar pada dua kasus pidana federal yang diajukan terhadapnya oleh jaksa Jack Smith di Washington, DC, dan Florida.
Sejak kasus-kasus itu diajukan tahun 2023, strategi hukum utama Trump adalah menunda persidangan hingga masa pemilu berakhir. Dengan demikian, jika terpilih, dia dapat memecat Smith. Dampaknya, kedua kasus tersebut berakhir begitu saja.
Akhir Oktober lalu, Trump telah mengatakan bahwa dia akan memecat Smith tanpa ragu jika dirinya terpilih lagi.
“Oh, itu sangat mudah. Itu sangat mudah,” kata Trump saat ditanya pembawa acara radio konservatif Hugh Hewitt tentang apakah dia akan “memaafkan dirinya sendiri” atau “memecat Jack Smith” jika terpilih kembali.
“Saya akan memecatnya dalam waktu dua detik,” ujar Trump.
Menurut CNN, pembahasan antara Smith dan para pimpinan Departemen Kehakiman AS terkait kasus Trump diperkirakan akan berlangsung beberapa hari.
Sejumlah pejabat Departemen Kehakiman sedang mempertimbangkan opsi tentang bagaimana menyelesaikan dua kasus pidana itu dan juga mematuhi memo dari Kantor Penasehat Hukum (Office of Legal Counsel) departemen itu tahun 2020 soal dakwaan atau penuntutan terhadap presiden yang sedang menjabat.
Sejumlah orang yang dekat dengan kantor jaksa khusus itu atau pejabat tinggi Departemen Kehakiman lainnya mengatakan kepada CNN bahwa mereka yakin Smith tidak ingin menghentikan penyelidikannya sebelum ada perintah untuk itu atau sebelum dia diusir Trump.
Berdasarkan undang-undang federal AS, Smith harus memberikan laporan rahasia tentang pekerjaan kantornya kepada Jaksa Agung sebelum dia meninggalkan jabatannya.
Dalam kasus di Washington DC, Smith mendakwa Trump atas upayanya membatalkan hasil pemilu tahun 2020. Dalam pemilu itu Trump kalah tetapi dia tidak rela menerimanya. Kasus itu terhenti berbulan-bulan karena Trump mendesak pengadilan federal memberinya kekebalan terkait posisinya sebagai presiden saat peristiwa itu terjadi (presidential immunity).
Juli lalu Mahkamah Agung AS mengeluarkan keputusan bersejarah. Keputusan itu menyatakan, Trump memiliki imunitas tertentu dari tuntutan pidana terkait jabatannya sebagai presiden, meskipun tidak sepenuhnya melindungi dia dari dakwaan pidana.
Hakim federal yang memimpin persidangan sedang memutuskan seberapa besar tindakan Trump dalam kasus itu dilindungi oleh kekebalan tersebut. Bulan lalu, para jaksa penuntut telah menyampaikan argumen yang berusaha menunjukkan bahwa keputusan hakim tentang imunitas itu tidak seharusnya mempengaruhi jalannya kasus. Jaksa memastikan bahwa meskipun ada klaim imunitas, hal itu tidak membebaskan Trump dari proses hukum dalam kasus tersebut.
Dakwaan yang diajukan Smith terhadap Trump di Florida menuduh presiden terpilih itu telah secara ilegal mengambil dokumen rahasia dari Gedung Putih dan menolak upaya pemerintah untuk mengambil dokumen tersebut. Kasus tersebut dibatalkan pada Juli oleh hakim Aileen Cannon.
Namun jaksa penuntut mengajukan banding terhadap putusan hakim Cannon. Cannon menyatakan, penunjukan Jack Smith oleh Jaksa Agung Merrick Garland untuk menangani kasus itu melanggar konstitusi. Menurut jaksa, hakim hanya berpendapat penunjukan Smith tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang ada, yang mungkin berkaitan dengan masalah prosedural atau kewenangan dalam menunjuk seorang jaksa khusus.
Kasus Georgia RICO
Nasib kasus pidana Trump di Georgia sebagian besar bergantung pada apakah Jaksa Wilayah Fulton County, Fani Willis, seorang Demokrat, didiskualifikasi dari penuntutan kasus tersebut setelah dia sebelumnya menjalin hubungan asmara dengan sesama jaksa. Namun, jika dia diizinkan untuk terus mendakwa Trump, kasusnya hampir pasti akan terancam setelah Trump terpilih lagi.
Tuduhan kriminal terhadap Trump yang terkait dengan upayanya untuk membatalkan hasil pemilihan presiden 2020 untuk sementara ditangguhkan. Penangguhan terjadi karena pengadilan banding sedang mempertimbangkan apakah jaksa Fani Willis harus didiskualifikasi.
Keputusan apakah Willis akan didiskualifikasi belum akan diputuskan hingga 2025. Jadi, kasus itu "terhenti" sampai ada keputusan final mengenai status Willis.
Baca juga : Fakta-Fakta Tentang Kasus Ronald Tannur yang Belum Selesai Hingga Sekarang
Jika Willis dicopot, sejumlah sumber CNN mengatakan bahwa kecil kemungkinan jaksa lain akan mau menangani kasus itu dan kasus tersebut akan berakhir.
Sejumlah sumber yang mengetahui kasus itu mengatakan, kecil kemungkinannya hakim di tingkat negara bagian akan mengizinkan persidangan dilanjutkan ketika Trump menjabat sebagai presiden dan, dalam skenario tersebut, pengacara Trump pasti akan mengambil tindakan agar kasus tersebut dibatalkan.
Tidak ada jawaban yang jelas mengenai apakah jaksa di tingkat negara bagian, seperti Willis, dapat menuntut presiden yang sedang menjabat. Kemenangan Trump kini memaksa Willis untuk menghadapi pertanyaan konstitusional itu selain masalah hukum yang sudah ada yang menimbulkan ketidakpastian mengenai masa depan kasus Georgia.
Gugatan Sipil
Trump juga sedang membela diri dalam serangkaian tuntutan hukum perdata, termasuk tuntutan terkait perannya dalam serangan terhadap Gedung Capitol AS pada 6 Januari 2021, dua kasus pencemaran nama baik terhadap E Jean Carroll, dan kasus penipuan perdata yang diajukan Jaksa Agung New York dimana Trump telah diperintahkan membayar ganti rugi hampir 454 juta dolar.
Trump kalah dalam dua kasus pencemaran nama baik yang diajukan Carroll tahun 2023 dan 2024 di pengadilan federal setelah dewan juri memutuskan Trump bertanggung jawab atas pelecehan seksual terhadap mantan kolumnis itu dan kemudian mencemarkan nama baiknya.
Juri memberikan ganti rugi kepada Carroll, masing-masing sebesar 5 juta dolar dan 83 juta dolar. Jumlah itu merupakan kompensasi yang harus dibayar Trump sebagai akibat dari keputusan pengadilan yang menyatakan dia bersalah dalam kedua perkara itu.
Pengadilan banding federal telah mendengarkan permohonan banding Trump untuk menolak putusan pertama Carroll pada September. Namun pengadilan belum mengeluarkan putusan.
Di akhir September itu, pengadilan banding negara bagian mendengarkan argumen terkait usaha Trump untuk membatalkan putusan hukum yang mewajibkan membayar ganti rugi sebesar 454 juta dolar dalam kasus penipuan perdata.
Dalam kasus itu, seorang hakim memutuskan bahwa Trump, anak-anaknya yang sudah dewasa, dan perusahaannya terbukti secara curang meningkatkan nilai aset Trump demi memperoleh pinjaman dan tarif asuransi yang lebih menguntungkan.
Pengadilan banding yang terdiri dari lima hakim tampaknya terbuka untuk setidaknya menurunkan denda yang dikenakan terhadap Trump, meskipun pengadilan belum mengeluarkan putusan. Putusan tersebut dapat diajukan banding ke pengadilan tertinggi di New York.
Trump juga masih menghadapi tuntutan hukum perdata yang diajukan oleh anggota parlemen Partai Demokrat dan pihak lain atas perannya dalam serangan ke Gedung Capitol pada 6 Januari 2021. Kemungkinan besar, semua kasus itu akan terus berlanjut bahkan saat Trump menjalani masa jabatan keduanya di Gedung Putih.
Dalam keputusan Mahkamah Agung tahun 1997 yang berasal dari gugatan perdata yang melibatkan Presiden Bill Clinton, para hakim dengan suara bulat memutuskan bahwa presiden yang menjabat tidak dapat meminta kekebalan atau imunitas sebagai presiden demi menghindari proses hukum perdata saat masih menjabat.
You must be logged in to post a comment.
DB NEWS - Nama Donald Trump mendadak trending di penelusuran Google sejak pagi ini, Kamis (7/11/2024).
Hal itu bersamaan setelah Donald Trump unggul di Pemilu Presiden Amerika Serikat (AS) pada 5 November 2024 lalu.
Berdasarkan penghitungan cepat yang dilansir dari CNN, Donald Trump meraup suara popular terbanyak yakni 67.404.754 juta. Sementara itu, lawan Trump dari Partai Demokrat, Kamala Harris, meraih 62.190.523 juta suara popular.
Lantas bagaimana dengan nasib kelanjutan kasus Donald Trump, baik pidana dan perdata?
Melansir CNN, Donald Trump sebelumnya telah dinyatakan bersalah dalam kasus pembayaran uang tutup mulut (hush money) di New York dan sedang menunggu vonis (hukuman) untuk kasus itu.
Dia juga sedang menghadapi proses hukum dalam sejumlah kasus lain, baik di tingkat negara bagian maupun federal. Situasi yang dihadapi Trump itu sangat unik dan belum ada presidennya dalam sejarah AS.
Belum pernah ada dalam sejarah AS, seorang terdakwa kasus kriminal terpilih menduduki jabatan politik tertinggi.
Seorang mantan presiden AS juga belum pernah ada yang dituntut secara pidana. Namun sejarah itu terpecahkan Trump tahun lalu.
Baca juga : Sosok Meirizka Widjaja, Ibu Ronald Tannur yang Rela Rogoh Rp 3,5 M Demi sang Anak Divonis Bebas
Trump telah berulang kali menyatakan niatnya untuk memecat jaksa khusus Jack Smith dan mengakhiri kasus-kasus federal yang dihadapinya terkait upayanya membatalkan hasil pemilihan presiden tahun 2020 dan kesalahan penanganan dokumen rahasia.
CNN melaporkan, pada Rabu kemarin Smith melakukan pembicaraan dengan pimpinan Departemen Kehakiman AS tentang bagaimana mengakhiri kasus federal Trump.
Terkait kasus pembayaran uang tutup mulut, seorang hakim di New York akan menjatuhkan hukuman kepada Trump pada akhir bulan ini.
Hakim sengaja menunda pembacaan hukuman menjelang pelaksanaan pemilu demi menghindari kesan bahwa hal tersebut akan mempengaruhi hasil pemilihan presiden. Sekarang, Trump terpilih kembali (masih sebagai presiden terpilih).
Tim pengacara Trump diperkirakan akan meminta hakim untuk kembali menunda pemberian hukuman tersebut.
Kasus Pembayaran Uang Tutup Mulut di New York
Trump telah dijadwalkan untuk hadir di pengadilan New York pada 26 November ini guna menerima hukuman atas vonis bersalah yang dijatuhkan kepadanya awal tahun ini.
Trump dinyatakan bersalah atas 34 tuduhan memalsukan catatan bisnis untuk menyembunyikan pembayaran uang tutup mulut yang dilakukan pada masa kampanye 2016 kepada bintang film porno, Stormy Daniels. Perempuan itu mengaku pernah memiliki hubungan dengan Trump. (Trump menyangkal terjadinya perselingkuhan itu.)
Lantas apakah Trump benar-benar akan dihukum? CNN melaporkan bahwa hal itu menjadi sebuah pertanyaan terbuka.
Hakim Juan Merchan telah menetapkan tenggat: tanggal 12 November akan memutuskan apakah akan menghapus hukuman terhadap Trump sesuai keputusan Mahkamah Agung AS pada musim panas tahun ini yang memberikan kekebalan hukum (imunitas) kepada presiden. Jika Merchan memutuskan seperti itu, tuduhan akan dibatalkan dan Trump tidak akan dijatuhi hukuman.
Namun jika hakim tersebut tidak membatalkan putusan bersalah, tim pengacara Trump diperkirakan akan meminta Merchan untuk menunda hukuman terhadap Trump sehingga mereka punya waktu untuk mengajukan banding.
Jika permintaan penundaan tidak dikabulkan hakim, para pengacara Trump berencana untuk mengajukan banding terkait putusan kekebalan hukum ke pengadilan banding negara bagian dan mungkin juga ke Mahkamah Agung AS. Mereka akan meminta pengadilan menunda hukuman terhadap Trump sampai semua upaya banding selesai. Proses itu bisa memakan waktu berbulan-bulan.
Jika hakim Merchan tetap melanjutkan penjatuhan hukuman, Trump dapat dijatuhi hukuman penjara empat tahun. Namun hakim tidak diharuskan untuk menjatuhkan hukuman penjara kepada presiden terpilih itu. Hakim bisa menjatuhkan hukuman yang lebih ringan, seperti masa percobaan, tahanan rumah, melakukan pelayanan masyarakat, atau denda.
Namun bentuk hukuman apapun, akan menjadi rumit karena Trump sudah mulai menjabat sebagai presiden lagi pada 20 Januari 2025. Pengacara Trump kemungkinan akan membangun argumen banding mereka dengan mengangkat isu konstitusional yang mempertanyakan apakah seorang hakim negara bagian punya wewenang untuk menjatuhkan hukuman kepada seorang presiden terpilih.
Jika isu konstitusional itu dibawa ke pengadilan, proses hukum dapat berlangsung lama karena harus melewati berbagai tingkat pengadilan, bahkan sampai ke Mahkamah Agung AS. Hal ini bisa memakan waktu sangat lama.
Karena kasus itu terkait dengan hukum di negara bagian, Trump tidak memiliki wewenang untuk memberikan pengampunan terhadap dirinya sendiri tahun depan setelah dia dilantik jadi presiden.
Kasus Federal di Washington dan Florida
Kemenangan Trump dalam pemilu diperkirakan akan memberikan dampak besar pada dua kasus pidana federal yang diajukan terhadapnya oleh jaksa Jack Smith di Washington, DC, dan Florida.
Sejak kasus-kasus itu diajukan tahun 2023, strategi hukum utama Trump adalah menunda persidangan hingga masa pemilu berakhir. Dengan demikian, jika terpilih, dia dapat memecat Smith. Dampaknya, kedua kasus tersebut berakhir begitu saja.
Akhir Oktober lalu, Trump telah mengatakan bahwa dia akan memecat Smith tanpa ragu jika dirinya terpilih lagi.
“Oh, itu sangat mudah. Itu sangat mudah,” kata Trump saat ditanya pembawa acara radio konservatif Hugh Hewitt tentang apakah dia akan “memaafkan dirinya sendiri” atau “memecat Jack Smith” jika terpilih kembali.
“Saya akan memecatnya dalam waktu dua detik,” ujar Trump.
Menurut CNN, pembahasan antara Smith dan para pimpinan Departemen Kehakiman AS terkait kasus Trump diperkirakan akan berlangsung beberapa hari.
Sejumlah pejabat Departemen Kehakiman sedang mempertimbangkan opsi tentang bagaimana menyelesaikan dua kasus pidana itu dan juga mematuhi memo dari Kantor Penasehat Hukum (Office of Legal Counsel) departemen itu tahun 2020 soal dakwaan atau penuntutan terhadap presiden yang sedang menjabat.
Sejumlah orang yang dekat dengan kantor jaksa khusus itu atau pejabat tinggi Departemen Kehakiman lainnya mengatakan kepada CNN bahwa mereka yakin Smith tidak ingin menghentikan penyelidikannya sebelum ada perintah untuk itu atau sebelum dia diusir Trump.
Berdasarkan undang-undang federal AS, Smith harus memberikan laporan rahasia tentang pekerjaan kantornya kepada Jaksa Agung sebelum dia meninggalkan jabatannya.
Dalam kasus di Washington DC, Smith mendakwa Trump atas upayanya membatalkan hasil pemilu tahun 2020. Dalam pemilu itu Trump kalah tetapi dia tidak rela menerimanya. Kasus itu terhenti berbulan-bulan karena Trump mendesak pengadilan federal memberinya kekebalan terkait posisinya sebagai presiden saat peristiwa itu terjadi (presidential immunity).
Juli lalu Mahkamah Agung AS mengeluarkan keputusan bersejarah. Keputusan itu menyatakan, Trump memiliki imunitas tertentu dari tuntutan pidana terkait jabatannya sebagai presiden, meskipun tidak sepenuhnya melindungi dia dari dakwaan pidana.
Hakim federal yang memimpin persidangan sedang memutuskan seberapa besar tindakan Trump dalam kasus itu dilindungi oleh kekebalan tersebut. Bulan lalu, para jaksa penuntut telah menyampaikan argumen yang berusaha menunjukkan bahwa keputusan hakim tentang imunitas itu tidak seharusnya mempengaruhi jalannya kasus. Jaksa memastikan bahwa meskipun ada klaim imunitas, hal itu tidak membebaskan Trump dari proses hukum dalam kasus tersebut.
Dakwaan yang diajukan Smith terhadap Trump di Florida menuduh presiden terpilih itu telah secara ilegal mengambil dokumen rahasia dari Gedung Putih dan menolak upaya pemerintah untuk mengambil dokumen tersebut. Kasus tersebut dibatalkan pada Juli oleh hakim Aileen Cannon.
Namun jaksa penuntut mengajukan banding terhadap putusan hakim Cannon. Cannon menyatakan, penunjukan Jack Smith oleh Jaksa Agung Merrick Garland untuk menangani kasus itu melanggar konstitusi. Menurut jaksa, hakim hanya berpendapat penunjukan Smith tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang ada, yang mungkin berkaitan dengan masalah prosedural atau kewenangan dalam menunjuk seorang jaksa khusus.
Kasus Georgia RICO
Nasib kasus pidana Trump di Georgia sebagian besar bergantung pada apakah Jaksa Wilayah Fulton County, Fani Willis, seorang Demokrat, didiskualifikasi dari penuntutan kasus tersebut setelah dia sebelumnya menjalin hubungan asmara dengan sesama jaksa. Namun, jika dia diizinkan untuk terus mendakwa Trump, kasusnya hampir pasti akan terancam setelah Trump terpilih lagi.
Tuduhan kriminal terhadap Trump yang terkait dengan upayanya untuk membatalkan hasil pemilihan presiden 2020 untuk sementara ditangguhkan. Penangguhan terjadi karena pengadilan banding sedang mempertimbangkan apakah jaksa Fani Willis harus didiskualifikasi.
Keputusan apakah Willis akan didiskualifikasi belum akan diputuskan hingga 2025. Jadi, kasus itu "terhenti" sampai ada keputusan final mengenai status Willis.
Baca juga : Fakta-Fakta Tentang Kasus Ronald Tannur yang Belum Selesai Hingga Sekarang
Jika Willis dicopot, sejumlah sumber CNN mengatakan bahwa kecil kemungkinan jaksa lain akan mau menangani kasus itu dan kasus tersebut akan berakhir.
Sejumlah sumber yang mengetahui kasus itu mengatakan, kecil kemungkinannya hakim di tingkat negara bagian akan mengizinkan persidangan dilanjutkan ketika Trump menjabat sebagai presiden dan, dalam skenario tersebut, pengacara Trump pasti akan mengambil tindakan agar kasus tersebut dibatalkan.
Tidak ada jawaban yang jelas mengenai apakah jaksa di tingkat negara bagian, seperti Willis, dapat menuntut presiden yang sedang menjabat. Kemenangan Trump kini memaksa Willis untuk menghadapi pertanyaan konstitusional itu selain masalah hukum yang sudah ada yang menimbulkan ketidakpastian mengenai masa depan kasus Georgia.
Gugatan Sipil
Trump juga sedang membela diri dalam serangkaian tuntutan hukum perdata, termasuk tuntutan terkait perannya dalam serangan terhadap Gedung Capitol AS pada 6 Januari 2021, dua kasus pencemaran nama baik terhadap E Jean Carroll, dan kasus penipuan perdata yang diajukan Jaksa Agung New York dimana Trump telah diperintahkan membayar ganti rugi hampir 454 juta dolar.
Trump kalah dalam dua kasus pencemaran nama baik yang diajukan Carroll tahun 2023 dan 2024 di pengadilan federal setelah dewan juri memutuskan Trump bertanggung jawab atas pelecehan seksual terhadap mantan kolumnis itu dan kemudian mencemarkan nama baiknya.
Juri memberikan ganti rugi kepada Carroll, masing-masing sebesar 5 juta dolar dan 83 juta dolar. Jumlah itu merupakan kompensasi yang harus dibayar Trump sebagai akibat dari keputusan pengadilan yang menyatakan dia bersalah dalam kedua perkara itu.
Pengadilan banding federal telah mendengarkan permohonan banding Trump untuk menolak putusan pertama Carroll pada September. Namun pengadilan belum mengeluarkan putusan.
Di akhir September itu, pengadilan banding negara bagian mendengarkan argumen terkait usaha Trump untuk membatalkan putusan hukum yang mewajibkan membayar ganti rugi sebesar 454 juta dolar dalam kasus penipuan perdata.
Dalam kasus itu, seorang hakim memutuskan bahwa Trump, anak-anaknya yang sudah dewasa, dan perusahaannya terbukti secara curang meningkatkan nilai aset Trump demi memperoleh pinjaman dan tarif asuransi yang lebih menguntungkan.
Pengadilan banding yang terdiri dari lima hakim tampaknya terbuka untuk setidaknya menurunkan denda yang dikenakan terhadap Trump, meskipun pengadilan belum mengeluarkan putusan. Putusan tersebut dapat diajukan banding ke pengadilan tertinggi di New York.
Trump juga masih menghadapi tuntutan hukum perdata yang diajukan oleh anggota parlemen Partai Demokrat dan pihak lain atas perannya dalam serangan ke Gedung Capitol pada 6 Januari 2021. Kemungkinan besar, semua kasus itu akan terus berlanjut bahkan saat Trump menjalani masa jabatan keduanya di Gedung Putih.
Dalam keputusan Mahkamah Agung tahun 1997 yang berasal dari gugatan perdata yang melibatkan Presiden Bill Clinton, para hakim dengan suara bulat memutuskan bahwa presiden yang menjabat tidak dapat meminta kekebalan atau imunitas sebagai presiden demi menghindari proses hukum perdata saat masih menjabat.
You must be logged in to post a comment.