DB NEWS - Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa mantan Direktur Utama PT Pertamina Karen Agustiawan sebagai saksi terkait kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding pada Selasa (22/4).
Tak hanya Karen, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar,mengungkapkan bahwa penyidik juga memeriksa 5 saksi lainnya, yakni:
Lantas, mengapa kasus korupsi ini begitu penting untuk dibahas?
(BACA JUGA: Ahok Syok! Kejagung Punya Bukti Korupsi Pertamina yang Lebih Besar dari Dugaan Awal!)
Kasus korupsi Pertamina ini penting untuk dibahas karena menyangkut pengelolaan sektor energi yang strategis bagi ketahanan ekonomi nasional.
Dugaan korupsi yang melibatkan pejabat tinggi, seperti mantan Direktur Utama Pertamina, menunjukkan adanya celah dalam tata kelola perusahaan BUMN yang seharusnya transparan dan bertanggung jawab.
Selain itu, besarnya nilai kerugian negara yang dikorbankan membuat publik berhak tahu sejauh mana tanggung jawab pejabat dan pihak swasta yang terlibat.
Mengangkat kasus ini juga menjadi bentuk kontrol sosial agar praktik serupa tidak terulang di masa depan
Namun, apakah kelima nama diatas akan menambah deretan nama tersangka yang telah ditetapkan sebelumnya?
Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan 9 tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina ini.
Pada Senin, (24/02), Kejagung telah mencatat Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan beserta 8 petinggi Pertamina lainnya sebagai tersangka atas kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang periode 2018-2023.
Berikut 9 nama para tersangka:
Akibat dari kasus korupsi yang menimpa PT Pertamina ini, Kejagung menyebutkan bahwa kerugian negara mencapai Rp193,7 triliun.
(BACA JUGA: Kejagung Tidak Sita Aset Pertamina! Jamin Tak Ganggu Operasional Perusahaan)
“Beberapa perbuatan melawan hukum tersebut telah mengakibatkan adanya kerugian keuangan negara sekitar Rp 193,7 triliun,” sebut Abdul Qohar, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung.
Meski begitu, kerugian ratusan triliun tersebut ternyata hanya sebatas perhitungan dalam kurun waktu 1 tahun, yakni pada 2023.
“Yang pasti 190 triliun itu satu tahun, jadi nanti pelaksanaannya ini nanti 5 tahun. Dari tahun 2018 sampai 2023, 5 tahun. Silahkan saja hitung berapa," jelas Jaksa Agung Republik Indonesia, ST Burhanuddin.
Para tersangka diduga melakukan pembelian BBM Ron 90 (Pertalite) dengan harga Ron 92 (Pertamax) dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang periode 2018-2023.
"Tersangka RS melakukan pembelian (pembayaran) untuk Ron 92 (Pertamax). Padahal sebenarnya hanya membeli Ron 90 (Pertalite) atau lebih rendah,” ujar Abdul Qohar, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung.
Kemudian, BBM Ron 90 (Pertalite) yang dibeli dengan harga Ron 92 (Pertamax) tersebut diubah menjadi Ron 92 (Pertamax) dengan cara dicampur di storage/depo oleh para tersangka.
Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina (Persero) Simon Aloysius Mantiri menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat atas kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang yang menimbulkan kerugian besar bagi banyak pihak.
"Saya, Simon Aloysius Mantiri, sebagai Direktur Utama PT Pertamina (Persero), menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya kepada seluruh rakyat Indonesia atas peristiwa yang terjadi beberapa hari terakhir ini," ucap Simon dalam jumpa pers.
Namun, ia turut mengapresiasi kinerja Kejagung yang berhasil mengungkap dan menindak kasus mega korupsi pertamina ini.
“Kami sangat mengapresiasi penindakan hukum yang dilakukan Kejaksaan Agung atas dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan anak perusahaan Pertamina," ujarnya.
Ia juga berkomitmen untuk tetap memperbaiki kinerja serta meningkatkan tata kelola minyak Pertamina menjadi jauh lebih baik.
“Kami berkomitmen melakukan dan memperbaiki agar tata kelola Pertamina jauh lebih baik,” ujarnya.
Tak hanya itu, Simon juga akan menjamin…
DB NEWS - Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa mantan Direktur Utama PT Pertamina Karen Agustiawan sebagai saksi terkait kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding pada Selasa (22/4).
Tak hanya Karen, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar,mengungkapkan bahwa penyidik juga memeriksa 5 saksi lainnya, yakni:
Lantas, mengapa kasus korupsi ini begitu penting untuk dibahas?
(BACA JUGA: Ahok Syok! Kejagung Punya Bukti Korupsi Pertamina yang Lebih Besar dari Dugaan Awal!)
Kasus korupsi Pertamina ini penting untuk dibahas karena menyangkut pengelolaan sektor energi yang strategis bagi ketahanan ekonomi nasional.
Dugaan korupsi yang melibatkan pejabat tinggi, seperti mantan Direktur Utama Pertamina, menunjukkan adanya celah dalam tata kelola perusahaan BUMN yang seharusnya transparan dan bertanggung jawab.
Selain itu, besarnya nilai kerugian negara yang dikorbankan membuat publik berhak tahu sejauh mana tanggung jawab pejabat dan pihak swasta yang terlibat.
Mengangkat kasus ini juga menjadi bentuk kontrol sosial agar praktik serupa tidak terulang di masa depan
Namun, apakah kelima nama diatas akan menambah deretan nama tersangka yang telah ditetapkan sebelumnya?
Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan 9 tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina ini.
Pada Senin, (24/02), Kejagung telah mencatat Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan beserta 8 petinggi Pertamina lainnya sebagai tersangka atas kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang periode 2018-2023.
Berikut 9 nama para tersangka:
Akibat dari kasus korupsi yang menimpa PT Pertamina ini, Kejagung menyebutkan bahwa kerugian negara mencapai Rp193,7 triliun.
(BACA JUGA: Kejagung Tidak Sita Aset Pertamina! Jamin Tak Ganggu Operasional Perusahaan)
“Beberapa perbuatan melawan hukum tersebut telah mengakibatkan adanya kerugian keuangan negara sekitar Rp 193,7 triliun,” sebut Abdul Qohar, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung.
Meski begitu, kerugian ratusan triliun tersebut ternyata hanya sebatas perhitungan dalam kurun waktu 1 tahun, yakni pada 2023.
“Yang pasti 190 triliun itu satu tahun, jadi nanti pelaksanaannya ini nanti 5 tahun. Dari tahun 2018 sampai 2023, 5 tahun. Silahkan saja hitung berapa," jelas Jaksa Agung Republik Indonesia, ST Burhanuddin.
Para tersangka diduga melakukan pembelian BBM Ron 90 (Pertalite) dengan harga Ron 92 (Pertamax) dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang periode 2018-2023.
"Tersangka RS melakukan pembelian (pembayaran) untuk Ron 92 (Pertamax). Padahal sebenarnya hanya membeli Ron 90 (Pertalite) atau lebih rendah,” ujar Abdul Qohar, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung.
Kemudian, BBM Ron 90 (Pertalite) yang dibeli dengan harga Ron 92 (Pertamax) tersebut diubah menjadi Ron 92 (Pertamax) dengan cara dicampur di storage/depo oleh para tersangka.
Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina (Persero) Simon Aloysius Mantiri menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat atas kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang yang menimbulkan kerugian besar bagi banyak pihak.
"Saya, Simon Aloysius Mantiri, sebagai Direktur Utama PT Pertamina (Persero), menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya kepada seluruh rakyat Indonesia atas peristiwa yang terjadi beberapa hari terakhir ini," ucap Simon dalam jumpa pers.
Namun, ia turut mengapresiasi kinerja Kejagung yang berhasil mengungkap dan menindak kasus mega korupsi pertamina ini.
“Kami sangat mengapresiasi penindakan hukum yang dilakukan Kejaksaan Agung atas dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan anak perusahaan Pertamina," ujarnya.
Ia juga berkomitmen untuk tetap memperbaiki kinerja serta meningkatkan tata kelola minyak Pertamina menjadi jauh lebih baik.
“Kami berkomitmen melakukan dan memperbaiki agar tata kelola Pertamina jauh lebih baik,” ujarnya.
Tak hanya itu, Simon juga akan menjamin…