Gangguan Pola Tidur
Kekhawatiran akan kehilangan momen penting dapat membuat pikiran sulit tenang, terutama saat malam hari.
Insomnia atau tidur yang tak nyenyak pun menjadi hal lazim bagi orang yang sedang dalam siklus FOMO.
Namun, FOMO ternyata tidak hanya mempengaruhi kondisi psikologis, tetapi juga bisa mempengaruhi kesehatan fisik, mental, dan emosional seseorang secara langsung.
Secara fisik, FOMO bisa menimbulkan gejala yang mirip dengan kecemasan, seperti:
Secara mental dan emosional, seseorang yang mengalami FOMO cenderung dihantui oleh pikiran negatif yang muncul berulang kali.
Hal ini bisa memicu kebiasaan berbicara negatif kepada diri sendiri, yang lama-kelamaan menurunkan rasa percaya diri dan harga diri.
Jika gejala-gejala tersebut mulai mengganggu aktivitas sehari-hari, maka penting untuk segera mencari bantuan dan dukungan dari orang yang tepat.
Melihat semakin menyebarnya dampak FOMO di kalangan remaja, dapat disimpulkan bahwa kita tidak bisa menganggap fenomena ini sebagai hal sepele.
FOMO bukan sekadar rasa ingin tahu yang berlebihan, tetapi pertanda bahwa ada kebutuhan sosial yang belum terpenuhi yang diakibatkan oleh paparan media sosial orang lain.
Salah satu langkah awal untuk menanggulangi FOMO adalah dengan membangun kesadaran diri sejak dini, baik di lingkungan keluarga maupun sekolah.
Para remaja perlu diberi pelajaran untuk memahami bahwa hidup tidak harus selalu terpaku pada kehidupan menarik orang lain di media sosial, dan tidak semua momen harus dibagikan demi validasi orang sekitar.
Kita juga perlu menanamkan pemahaman bahwa beristirahat dari media sosial bukanlah sesuatu yang dianggap “tidak update”, tetapi sebuah usaha untuk mengabaikan kehidupan orang lain di media sosial yang dapat membuat kita FOMO.
Tak hanya itu, literasi digital juga harus menjadi bagian penting dari pendidikan karakter.
Remaja harus dibekali dengan skill untuk menyaring informasi, menentukan batasan penggunaan gadget, dan mengenali gejala kelelahan mental sejak dini.
Media sosial bisa menjadi alat yang memberikan dampak positif jika digunakan dengan benar, bukan sebagai tempat untuk terus membandingkan diri dengan orang lain.
Pada akhirnya, platform digital ataupun media sosial sudah seharusnya bertanggung jawab untuk menyajikan tontonan yang lebih bermanfaat bagi generasi muda.
Sudah saatnya kita menormalisasikan bahwa tidak berpartisipasi dalam suatu tren bukan berarti tidak update, dan memilih untuk fokus pada kehidupan nyata adalah suatu hal yang patut kita banggakan.
Untuk pembahasan mendalam lainnya seputar fenomena digital dan dampaknya terhadap generasi muda, pantau terus kanal DB News – sumber utama berita cerdas, faktual, dan membangun kesadaran digital remaja. (*)
Gangguan Pola Tidur
Kekhawatiran akan kehilangan momen penting dapat membuat pikiran sulit tenang, terutama saat malam hari.
Insomnia atau tidur yang tak nyenyak pun menjadi hal lazim bagi orang yang sedang dalam siklus FOMO.
Namun, FOMO ternyata tidak hanya mempengaruhi kondisi psikologis, tetapi juga bisa mempengaruhi kesehatan fisik, mental, dan emosional seseorang secara langsung.
Secara fisik, FOMO bisa menimbulkan gejala yang mirip dengan kecemasan, seperti:
Secara mental dan emosional, seseorang yang mengalami FOMO cenderung dihantui oleh pikiran negatif yang muncul berulang kali.
Hal ini bisa memicu kebiasaan berbicara negatif kepada diri sendiri, yang lama-kelamaan menurunkan rasa percaya diri dan harga diri.
Jika gejala-gejala tersebut mulai mengganggu aktivitas sehari-hari, maka penting untuk segera mencari bantuan dan dukungan dari orang yang tepat.
Melihat semakin menyebarnya dampak FOMO di kalangan remaja, dapat disimpulkan bahwa kita tidak bisa menganggap fenomena ini sebagai hal sepele.
FOMO bukan sekadar rasa ingin tahu yang berlebihan, tetapi pertanda bahwa ada kebutuhan sosial yang belum terpenuhi yang diakibatkan oleh paparan media sosial orang lain.
Salah satu langkah awal untuk menanggulangi FOMO adalah dengan membangun kesadaran diri sejak dini, baik di lingkungan keluarga maupun sekolah.
Para remaja perlu diberi pelajaran untuk memahami bahwa hidup tidak harus selalu terpaku pada kehidupan menarik orang lain di media sosial, dan tidak semua momen harus dibagikan demi validasi orang sekitar.
Kita juga perlu menanamkan pemahaman bahwa beristirahat dari media sosial bukanlah sesuatu yang dianggap “tidak update”, tetapi sebuah usaha untuk mengabaikan kehidupan orang lain di media sosial yang dapat membuat kita FOMO.
Tak hanya itu, literasi digital juga harus menjadi bagian penting dari pendidikan karakter.
Remaja harus dibekali dengan skill untuk menyaring informasi, menentukan batasan penggunaan gadget, dan mengenali gejala kelelahan mental sejak dini.
Media sosial bisa menjadi alat yang memberikan dampak positif jika digunakan dengan benar, bukan sebagai tempat untuk terus membandingkan diri dengan orang lain.
Pada akhirnya, platform digital ataupun media sosial sudah seharusnya bertanggung jawab untuk menyajikan tontonan yang lebih bermanfaat bagi generasi muda.
Sudah saatnya kita menormalisasikan bahwa tidak berpartisipasi dalam suatu tren bukan berarti tidak update, dan memilih untuk fokus pada kehidupan nyata adalah suatu hal yang patut kita banggakan.
Untuk pembahasan mendalam lainnya seputar fenomena digital dan dampaknya terhadap generasi muda, pantau terus kanal DB News – sumber utama berita cerdas, faktual, dan membangun kesadaran digital remaja. (*)