DB NEWS - Ahok mengaku terkejut ketika Kejagung mempunyai bukti korupsi Pertamina yang lebih besar saat ia menjalani pemeriksaan sebagai saksi.
Kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina periode 2018-2023 masih menjadi sorotan publik.
Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan sembilan tersangka, termasuk Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan, serta beberapa petinggi lainnya.
Salah satu modus yang diungkap adalah dugaan pengoplosan bahan bakar minyak (BBM), di mana Pertamax (RON 92) diduga dicampur dengan Pertalite (RON 90), tetapi tetap dijual dengan harga premium.
"Tersangka RS melakukan pembelian (pembayaran) untuk Ron 92 (Pertamax). Padahal sebenarnya hanya membeli Ron 90 (Pertalite) atau lebih rendah,” ujar Abdul Qohar,Jampidsus Kejagung, kepada wartawan.
(BACA JUGA: Pengangkatan CASN 2024 Ditunda, Begini Keterangan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi!)
Kejagung menghitung selama periode 2018-2023, kerugian yang dialami negara sekitar Rp193,7 triliun pada kasus korupsi Pertamina ini.
Menanggapi skandal ini, mantan Komisaris Utama Pertamina, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, turut angkat bicara.
Ia menyoroti kelemahan pengawasan dalam tubuh pertamina dan menegaskan bahwa kasus ini seharusnya bisa dicegah jika sistem pengadaan minyak di Pertamina berjalan sesuai prosedur ketat.
Sebagai Komisaris Utama Pertamina periode 2019-2024, Ahok menegaskan bahwa setiap pembelian minyak mentah aditif harus melalui serangkaian uji kualitas yang melibatkan para insinyur Pertamina.
Ia menyoroti bahwa lemahnya pengawasan menjadi celah yang memungkinkan praktik korupsi terjadi.
Ahok juga membandingkan kasus ini dengan pengalamannya saat menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Ia menceritakan bagaimana ia pernah menolak membayar pengadaan bus Transjakarta yang spesifikasinya tidak sesuai.
Menurutnya, langkah serupa seharusnya diterapkan oleh pihak Pertamina dalam memastikan kualitas minyak yang mereka beli.
Lebih lanjut, Ahok juga menyinggung dugaan keterlibatan oknum Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam skandal ini.
Ia menduga adanya permainan lama yang memungkinkan transaksi ilegal dalam pengadaan zat aditif, yang seharusnya dapat dicegah jika ada transparansi dalam sistem pengadaan.
Ahok mengaku terkejut terhadap data yang dimiliki Kejagung terkait korupsi Pertamina ini, simak fakta mengejutkan di halaman selanjutnya!
DB NEWS - Ahok mengaku terkejut ketika Kejagung mempunyai bukti korupsi Pertamina yang lebih besar saat ia menjalani pemeriksaan sebagai saksi.
Kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina periode 2018-2023 masih menjadi sorotan publik.
Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan sembilan tersangka, termasuk Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan, serta beberapa petinggi lainnya.
Salah satu modus yang diungkap adalah dugaan pengoplosan bahan bakar minyak (BBM), di mana Pertamax (RON 92) diduga dicampur dengan Pertalite (RON 90), tetapi tetap dijual dengan harga premium.
"Tersangka RS melakukan pembelian (pembayaran) untuk Ron 92 (Pertamax). Padahal sebenarnya hanya membeli Ron 90 (Pertalite) atau lebih rendah,” ujar Abdul Qohar,Jampidsus Kejagung, kepada wartawan.
(BACA JUGA: Pengangkatan CASN 2024 Ditunda, Begini Keterangan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi!)
Kejagung menghitung selama periode 2018-2023, kerugian yang dialami negara sekitar Rp193,7 triliun pada kasus korupsi Pertamina ini.
Menanggapi skandal ini, mantan Komisaris Utama Pertamina, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, turut angkat bicara.
Ia menyoroti kelemahan pengawasan dalam tubuh pertamina dan menegaskan bahwa kasus ini seharusnya bisa dicegah jika sistem pengadaan minyak di Pertamina berjalan sesuai prosedur ketat.
Sebagai Komisaris Utama Pertamina periode 2019-2024, Ahok menegaskan bahwa setiap pembelian minyak mentah aditif harus melalui serangkaian uji kualitas yang melibatkan para insinyur Pertamina.
Ia menyoroti bahwa lemahnya pengawasan menjadi celah yang memungkinkan praktik korupsi terjadi.
Ahok juga membandingkan kasus ini dengan pengalamannya saat menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Ia menceritakan bagaimana ia pernah menolak membayar pengadaan bus Transjakarta yang spesifikasinya tidak sesuai.
Menurutnya, langkah serupa seharusnya diterapkan oleh pihak Pertamina dalam memastikan kualitas minyak yang mereka beli.
Lebih lanjut, Ahok juga menyinggung dugaan keterlibatan oknum Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam skandal ini.
Ia menduga adanya permainan lama yang memungkinkan transaksi ilegal dalam pengadaan zat aditif, yang seharusnya dapat dicegah jika ada transparansi dalam sistem pengadaan.
Ahok mengaku terkejut terhadap data yang dimiliki Kejagung terkait korupsi Pertamina ini, simak fakta mengejutkan di halaman selanjutnya!