Move On atau Mengungkit? Gibran, Effendi Simbolon, dan Candaan 'Surat Pemecatan' yang Memicu Polemik
08 Jul 2025 - Dbmedianews
Author: Ahmad Dzul Ilmi Muis
Editor: Ahmad Dzul Ilmi Muis
6 1

Dua Sisi Mata Uang: Penghargaan atau Provokasi?

Interaksi santai bernada canda tersebut menuai beragam tafsir dari pengamat politik. 

Koordinator Justicia Networking Forum (JNF), Anto Yulinanto, membela pernyataan Gibran. 

Menurutnya, ucapan Gibran adalah bentuk penghargaan atas pengorbanan politik Effendi Simbolon. 

"Pernyataan Wapres Gibran justru menunjukkan penghargaan terhadap pengorbanan Effendi Simbolon yang rela kehilangan jabatan di partainya demi kepentingan masyarakat yang lebih luas. Tidak perlu ditafsirkan macam-macam," kata Anto pada Selasa (8/7/2025). 

Ia menepis anggapan bahwa pernyataan itu mengganggu hubungan Prabowo dan Megawati, menyebut tudingan semacam itu "ngawur" dan "spekulatif".

Sebaliknya, Direktur Lingkar Madani, Ray Rangkuti, melihat muatan politis yang lebih dalam. 

Ray menilai pernyataan Gibran tentang "pengorbanan besar" Effendi berpotensi merusak upaya rekonsiliasi antara Presiden Prabowo dan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. 

"Pernyataan itu mencoba mengganggu upaya rekonsiliasi antara Megawati dan Prabowo," ujar Ray. 

Ia menduga Gibran sedang menyampaikan pesan terselubung kepada Prabowo agar tidak melupakan kontribusi keluarga Jokowi dan para pendukungnya yang dipecat, termasuk Effendi, serta memberi sinyal agar "pengorbanan" itu dibalas dengan jabatan strategis. 

Ray juga mengkritik Gibran yang dinilainya kembali memposisikan diri sebagai korban dan kurang sensitif sebagai pejabat tinggi negara. 

"Saat mengajak rukun, Gibran sekaligus menutup mata terhadap rasa sakit yang dirasakan PDIP... Ini menunjukkan lemahnya pemahaman moral dan egoisme dalam pandangan politiknya," tegas Ray.

Kilas Balik Pemecatan

Pemecatan Effendi Simbolon dari PDIP terjadi terlebih dahulu pada November 2024 melalui Surat Keputusan yang ditandatangani Megawati dan Sekjen Hasto Kristiyanto. 

Alasannya, Effendi didukung kandidat lain yang berlawanan dengan pasangan resmi PDIP (Pramono Anung-Rano Karno) dalam Pilkada Jakarta 2024. 

Sementara Gibran dan ayahnya, Joko Widodo, dipecat pada Desember 2024 dengan tuduhan menyalahgunakan kekuasaan dan merusak demokrasi terkait pencalonan Gibran sebagai Cawapres Prabowo.

Candaan ringan di panggung Rakernas PSBI antara Wapres Gibran dan Effendi Simbolon tentang nasib sama dipecat PDIP terbukti menyimpan dinamika politik yang kompleks. 

Di satu sisi, terlihat upaya melupakan luka lama dan fokus mendukung pemerintahan. 

Di sisi lain, pernyataan itu justru membuka ruang tafsir yang berpotensi menghangatkan kembali ketegangan politik, terutama dalam hubungan segitiga antara Istana, PDIP, dan keluarga politik Jokowi. 

Ajakan "move on" Gibran kini diuji oleh resonansi dari candaannya sendiri, menunggu respons lanjutan dari berbagai pihak, termasuk dari internal PDIP dan Istana Presiden. 

Keharmonisan pemerintahan koalisi besar pasca-2024 kembali mendapat sorotan.

Disclaimer: Sebagian proses pembuatan artikel ini dibantu oleh teknologi kecerdasan buatan (AI). Namun, seluruh konten telah melalui proses kurasi, verifikasi, dan penyuntingan oleh tim redaksi DB News untuk memastikan keakuratan dan kualitas informasi yang disajikan. (*)

Berita Terbaru
Rekomendasi Berita
Move On atau Mengungkit? Gibran, Effendi Simbolon, dan Candaan 'Surat Pemecatan' yang Memicu Polemik
08 Jul 2025 - Dbmedianews
Author: Ahmad Dzul Ilmi Muis Ahmad Dzul Ilmi Muis
Editor: Ahmad Dzul Ilmi Muis Ahmad Dzul Ilmi Muis
6 1
 

Dua Sisi Mata Uang: Penghargaan atau Provokasi?

Interaksi santai bernada canda tersebut menuai beragam tafsir dari pengamat politik. 

Koordinator Justicia Networking Forum (JNF), Anto Yulinanto, membela pernyataan Gibran. 

Menurutnya, ucapan Gibran adalah bentuk penghargaan atas pengorbanan politik Effendi Simbolon. 

"Pernyataan Wapres Gibran justru menunjukkan penghargaan terhadap pengorbanan Effendi Simbolon yang rela kehilangan jabatan di partainya demi kepentingan masyarakat yang lebih luas. Tidak perlu ditafsirkan macam-macam," kata Anto pada Selasa (8/7/2025). 

Ia menepis anggapan bahwa pernyataan itu mengganggu hubungan Prabowo dan Megawati, menyebut tudingan semacam itu "ngawur" dan "spekulatif".

Sebaliknya, Direktur Lingkar Madani, Ray Rangkuti, melihat muatan politis yang lebih dalam. 

Ray menilai pernyataan Gibran tentang "pengorbanan besar" Effendi berpotensi merusak upaya rekonsiliasi antara Presiden Prabowo dan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. 

"Pernyataan itu mencoba mengganggu upaya rekonsiliasi antara Megawati dan Prabowo," ujar Ray. 

Ia menduga Gibran sedang menyampaikan pesan terselubung kepada Prabowo agar tidak melupakan kontribusi keluarga Jokowi dan para pendukungnya yang dipecat, termasuk Effendi, serta memberi sinyal agar "pengorbanan" itu dibalas dengan jabatan strategis. 

Ray juga mengkritik Gibran yang dinilainya kembali memposisikan diri sebagai korban dan kurang sensitif sebagai pejabat tinggi negara. 

"Saat mengajak rukun, Gibran sekaligus menutup mata terhadap rasa sakit yang dirasakan PDIP... Ini menunjukkan lemahnya pemahaman moral dan egoisme dalam pandangan politiknya," tegas Ray.

Kilas Balik Pemecatan

Pemecatan Effendi Simbolon dari PDIP terjadi terlebih dahulu pada November 2024 melalui Surat Keputusan yang ditandatangani Megawati dan Sekjen Hasto Kristiyanto. 

Alasannya, Effendi didukung kandidat lain yang berlawanan dengan pasangan resmi PDIP (Pramono Anung-Rano Karno) dalam Pilkada Jakarta 2024. 

Sementara Gibran dan ayahnya, Joko Widodo, dipecat pada Desember 2024 dengan tuduhan menyalahgunakan kekuasaan dan merusak demokrasi terkait pencalonan Gibran sebagai Cawapres Prabowo.

Candaan ringan di panggung Rakernas PSBI antara Wapres Gibran dan Effendi Simbolon tentang nasib sama dipecat PDIP terbukti menyimpan dinamika politik yang kompleks. 

Di satu sisi, terlihat upaya melupakan luka lama dan fokus mendukung pemerintahan. 

Di sisi lain, pernyataan itu justru membuka ruang tafsir yang berpotensi menghangatkan kembali ketegangan politik, terutama dalam hubungan segitiga antara Istana, PDIP, dan keluarga politik Jokowi. 

Ajakan "move on" Gibran kini diuji oleh resonansi dari candaannya sendiri, menunggu respons lanjutan dari berbagai pihak, termasuk dari internal PDIP dan Istana Presiden. 

Keharmonisan pemerintahan koalisi besar pasca-2024 kembali mendapat sorotan.

Disclaimer: Sebagian proses pembuatan artikel ini dibantu oleh teknologi kecerdasan buatan (AI). Namun, seluruh konten telah melalui proses kurasi, verifikasi, dan penyuntingan oleh tim redaksi DB News untuk memastikan keakuratan dan kualitas informasi yang disajikan. (*)

Tautan telah disalin ke clipboard!